Orang yang terhormat belum tentu bijak, jika kehormatannya semata-mata bersumber dari pangkat dan kedudukan. Orang yang berilmu pun demikian. Bagaimana dengan orang yang beriman?
Sama saja. Kadar keimanan tidak lah menjadi patokan utama untuk menyebut orang tersebut bijak atau tidak. Kenapa?
Anda pasti setuju bahwa sebagai orang Islam, memiliki keimanan adalah keharusan yang mutlak, ya kan? Bagaimana mungkin seseorang akan disebut muslim jika tidak ada keimanan dalam dirinya. Bahkan untuk syarat awal untuk menjadi seorang muslim adalah dengan menyebut syahadat yang hakikatnya merupakan implementasi keimanan.
Lalu kenapa keimanan tidak menjadi landasan utama untuk menjadi manusia yang bijak?
Saya hanya ingin menegaskan bahwa kadar "keimanan" lebih tinggi daripada "bijak", sehingga tidak tepat jika mengatakan salah satu tolak ukur nilai dari bijak adalah keimanan. Tetapi akan lebih tepat jika menyebutkan, salah satu tolak ukur keimanan adalah dengan menjadi bijak. Setuju?
Jika setuju, maka mari kita lihat apa saja 3 nilai yang harus anda miliki untuk menjadi orang bijak yang pastinya akan membimbing anda menjadi orang yang beriman..
# Moralitas
Apapun agama dan kepercayaan yang tersebar di seluruh dunia ini, ajaran moralitas adalah nomor satu. Muhammad datang dengan ajaran akhlakul karimah (akhlak yang mulia) sebagai sajian utama untuk dakwah bagi masyarakat arab jahiliyah. Sidharta Gautama hadir dengan ajaran dharma yang mengedepankan budi pekerti yang agung. Kristus (Terlepas dari Ia nabi atau Tuhan) telah datang dengan ajaran kebajikan agar umatnya tidak melakukan dosa.
Bukankah semua pembawa agama mengajarkan moralitas terlebih dahulu kepada umatnya?
Moralitas adalah sumber dari segala kebaikan yang akan anda refleksikan dalam bentuk tindakan. Kejujuran, kedermawanan, sopan santun, dan kebaikan lainnya adalah wujud dari moral.
Sehingga cukup jelas jika agama mengajarkan moral terlebih dulu ketimbang keimanan. Kenapa?
Agar umat bermoral dulu baru kemudian beriman. Keimanan tidak akan pernah tercapai tanpa kebermoralan dari seorang manusia. Dengan kata lain, anda harus menjadi bijak (memiliki moralitas yang baik) untuk bisa menjadi orang yang beriman.
Lalu apa sebenarnya moralitas itu?
Sederhana, anda akan disebut orang yang jujur jika anda sering berlaku jujur. Anda akan dibilang orang yang dermawan jika senang melakukan sedekah. Anda akan dicap sopan jika pembawaan anda santun. Anda bisa disebut berkarakter jika mampu mengendalikan emosi disetiap keadaan. Lalu kapan anda akan disebut bermoral?
Saat anda mampu bersikap jujur, dermawan, santun, dan berkarakter. Jadi, moralitas adalah kolaborasi dari berbagai unsur kebajikan dalam hidup. Jika sudah demikian, maka anda pantas disebut sebagai orang yang bijak.
# Akuntabilitas
Nilai kedua yang harus anda miliki adalah akuntabilitas atau tanggung jawab. Tanggung jawab bukanlah beban melainkan kewajiban. Saat anda diminta bertanggungj awab atas pekerjaan anda, lantas bukan berarti hal tersebut menjadi beban hidup yang harus anda sesali. TIDAK!
Tanggung jawab tersebut adalah kewajiban yang harus anda penuhi. Berhasil atau tidaknya anda melaksanakan sebuah tanggung jawab bukanlah yang utama. Tetapi kemantapan diri bahwa tanggung jawab adalah kewajiban, itulah yang menjadi pijakan utama anda.
Lalu apakah tanggung jawab itu hanya sebatas pekerjaan?
Tentu saja tidak. Bahkan tanggung jawab dalam pekerjaan hanyalah bagian kecil dari yang sebenarnya. Apa itu? Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Alasan anda diberikan tanggung jawab oleh orang lain baik dalam pekerjaan, pangkat, jabatan, dan sebagainya adalah karena anda dinilai sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Artinya penilaian tersebut pertama kali muncul dari pribadi anda sendiri.
Lalu apa korelasinya dengan sikap bijak?
Mudah saja, anda harus bertanggung jawab atas segala sikap dan nilai moral yang anda terapkan bagi diri anda maupun orang lain, maka anda layak menyandang status sebagai manusia bijak. Karena anda baru akan disebut bijak jika sikap jujur, dermawan, santun, dan karakter yang anda tunjukan adalah bentuk dari tanggung jawab diri anda dan bukan dari "tuntutan" orang lain apalagi lingkungan.
Ah rasanya terlalu naif jika saya tidak memasukan unsur kecerdasan sebagai bagian dari 3 nilai yang harus anda miliki untuk menjadi orang yang bijak.
Tetapi ini benar loh, saya tidak dengan seenaknya mengintervensi tulisan ini lalu memasukan unsur kecerdasan sebagai bagian dari nilai yang kita bahas.
Hanya saja, inikan tulisan pribadi dan tidak mengambil atau mengutip kajian yang sudah dilakukan pihak lain. Jadi gak salah kan jika kecerdasan saya masukan sebagai nilai pamungkas dan penutup yang harus anda miliki.
Anda kurang percaya dan ragu dengan kecerdasan? Ah mungkin ada baiknya jika anda membaca kisah hidup Mahatma Gandhi sebagai teladan bagi mereka yang ingin menjadi bijak.
Lalu kecerdasan macam apa yang saya maksud untuk menjadi orang yang bijak?
Bukan ingin meniru pak Ary Ginanjar, tapi beliau ini telah diberi rahmat oleh Tuhan lebih dulu daripada saya untuk mengatakan bahwa kecerdasan itu adalah emotional, spiritual, and intellegence quotient ( Cerdas jiwanya, cerdas agamanya, dan cerdas otaknya).
Untuk melengkapi unsur bijak yang ada dalam diri anda, setelah memiliki moralitas yang bertanggung jawab, maka anda harus menjadi pribadi yang cerdas jiwanya, agamanya, dan otaknya.
Kenapa?
1. Meskipun anda bermoral dan bertanggung jawab tetapi jika jiwa anda bobrok, maka anda tidak ada bedanya dengan orang gila. Benar?
2. Walaupun anda bermoral dan bertanggung jawab, jika agama anda nihil, maka anda tidak lebih dari sekedar makhluk kafir yang melalang buana kemana-mana. Menebar fitnah dan menjadi makhluk paling galau sedunia. Setuju?
3. Kalaupun anda bermoral dan bertanggung jawab, jika otak anda sama saja dengan otak udang, maka tidak lebih dari sekedar orang dunggu yang menebar kebohongan. Karena tidak ada orang bijak yang goblok di dunia ini. Setuju?
Tak terasa hari sudah mulai gelap, maka alangkah bijaknya jika saya menyudahi "tutorial" bagaimana memiliki 3 value (nilai) agar menjadi orang bijak.
Sekian, Wassalam!